Selasa, 14 April 2009

KEHIDUPAN KEOLAHRAGAAN DI SURAKARTA

TAI IKU KAI


(1942-1945)


Oleh: Fajar Pinanggih


ABSTRACT


Tai Iku Kai was an organization formed by government at the time Japanese occupation in Indonesia. Surakarta’s Tai Iku Kai established on September 1943. It formed in order to organize support to the Dai Nippon military forces.It used as propaganda media to encourage self awareness Surakarta’s people.This mobilization system, fortunately, used as a tool of seeding a nationalism.



Keywords: Tai Iku kai, propaganda, olahraga, Jepang




PENDAHULUAN


Jauh sebelum bangsa Belanda datang ke nusantara, pendidikan dan kegiatan jasmani telah dilakukan. Pada zaman pra sejarah permainan berperan penting dalam mempersiapkan anak-anak dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Latihan-latihan tersebut kemudian berkembang menjadi olahraga renang, dayung, termasuk tari perang memainkan senjata, gulat, dan bela diri.

Di zaman kerajaan Hindu Jawa misalnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk menguasai beberapa sikap badan dan ketahanan tubuh dari kekurangan agar bisa membebaskan jiwa dan jasmani. Kegiatan tersebut diberikan kepada golongan brahmana, sedangkan kasta ksatria mendapat pendidikan jasmani yang erat hubungannya dengan kedudukan mereka sebagai kasta yang menguasai pemerintah, yaitu: kemiliteran, berburu, menunggang kuda, berlayar, menggunakan senjata tajam, seperti gada, tombak, dan busur. Guru-guru mereka adalah perwira-perwira atau senopati perang. Tarian juga diberikan sebagai pelengkap dalam upacara keagamaan. Acara-acara yang penting bagi pendidikan jasmani adalah pertandingan memainkan senjata atau satu lawan satu, membunuh binatang buas, parade ketentaraan, dan sebagainya (Srie Agustina Palupi, 2004:2).

Pada zaman kolonial Belanda masalah persatuan dan kesatuan adalah suatu yang amat sulit untuk diwujudkan pada saat itu. Untuk itulah segala jenis kegiatan organisasi keolahragaan dilarang buat pribumi. Memang pada tahun 1904 Belanda membangun kolam renang Cihampelas di Bandung. Namun, disamping harga masuknya yang sangat mahal, tidak terjangkau oleh pribumi, juga pemakaiannya juga terbatas hanya bagi orang kulit putih saja.

Zaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan perbaikan dalam kegiatan olahraga. Semua pelajar, mahasiswa, dan karyawan kantor, setiap pagi wajib melakukan olahraga senam yang disebut dengan bahasa Jepang, taisho. Disamping senam olahraga bela diri juga dilakukan dikalangan pelajar (A.P.Panjaitan,1992 :41).

Olahraga pada masa Jepang sangat di pengaruhi oleh semangat perang yang berkobar pada saat itu. Di samping menerima kewajiban berolah raga, yang penting pada waktu itu adalah menanamkan semangat Hakka-ichiu, yaitu menanamkan arti perang Asia Timur Raya dan kemenangan berada di pihak Nippon.

Untuk mendidik dan menambah keteguhan hati, semangat jasmani dan rohani bangsa Nippon dan penduduk Jawa, Jepang membentuk suatu perkumpulan olahraga yang diberi nama Tai Iku Kai. Perkumpulan ini pada umumnya menyelenggarakan olahraga kendo, djudo, djukendjutsu, taisho, dan olah raga lainnya. Oleh Jepang olahraga ini dijadikan suatu sarana untuk memperkuat jasmani, yang pada akhirnya disumbangkan untuk perang melawan sekutu.

Tai Iku Kai di seluruh Jawa di pusatkan pada suatu badan induk keolahragaan yang bernama Djawa Tai Iku Kai. Badan induk keolahragaan ini membawahi Tai Iku Kai di semua Ken (Kabupaten) dan Si (Kota Praja), termasuk juga daerah di kooti yang setimbang dengan Si dan di Siku-Tokubetsu Si, dan juga pabrik-pabrik, kantor-kantor dan Rengoo Tai Iku Kai di Syuu (Karisidenan). Dalam keanggotaan Tai Iku Kai yang dibolehkan masuk menjadi anggota adalah bangsa Nippon dan semua penduduk tanah Jawa dari umur 12 tahun keatas. Bangsa Tiong Hoa dan bangsa peranakan juga bisa menjadi anggota, dan semua perkumpulan olahraga yang sudah dibentuk di suatu daerah didalam Ken dan Si, dibolehkan masuk menjadi anggota Tai Iku Kai.


METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dan bersifat deskriptif analitis yang berusaha mendeskripsikan serta menganalisis tentang organisasi keolahragaan di Surakarta pada masa pendudukan Jepang. Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data-data yang ada. Selanjutnya data-data yang telah terkumpul, kemudian diadakan reduksi data yaitu menyeleksi seluruh data yang ada dengan cara membandingkan serta mengkait-kaitkannya. Data-data yang terseleksi itu kemudian tinggallah fakta-fakta, kemudian dilakukan langkah verifikasi yaitu menyajikan dalam bentuk tulisan secara deskriptif, yaitu melukiskan suatu keadaan berdasarkan atas fakta-fakta yang tersedia.

Penelitian ini mengambil lokasi di Surakarta. Alasan pengambilan lokasi ini adalah masih sedikitnya pengetahuan kita tentang Surakarta khususnya mengenai perkembangan olahraga semasa pendudukan Jepang.

Penulisan skripsi ini memiliki scope temporal antara tahun 1942-1945, dengan batasan waktu tersebut, maka dilakukan pencarian data yang berhubungan dengan kegiatan olahraga di Surakarta pada masa pendudukan Jepang, dengan menggunakan sumber dokumen dari Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran yang membahas tentang Organisasi Tai Iku Kai .

Dalam penelitian ini menggunakan berbagai sumber-sumber kepustakaan yang ada di Monumen Pers Nasional Surakarta, Perpustakaan Rekso Poestoko Mangkunegaran, Perpustakaan Sasono Poestoko Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta, serta beberapa perpustakaan lainnya.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini secara representatif, yaitu para narasumber yang dianggap mampu memberikan penjelasan tentang keolahragaan di Surakarta pada masa Jepang sesuai keperluan penelitian.

Berdasarkan data yang telah berhasil dikumpulkan, baik melalui studi dokumen ataupun studi pustaka, selanjutnya dianalisis secara kualitatif, dengan bentuk penyajian yang bersifat diskriptif analisis. Ketepatan teknik analisa dalam penulisan sangat menentukan bobot penelitian. Agar memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan penelitian sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

PEMBAHASAN


Pemerintah militer Jepang di Indonesia secara hukum dimulai pada tanggal 8 Maret 1942, berdasar pada Osamu Seirei No. 1 1942. Adapun semua badan pemerintah dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui untuk sementara waktu, sepanjang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer. Tugas dari pemerintah militer ialah memulihkan ketertiban dan keamanan serta menanamkan kekuasaan yang pada saat itu kosong. Untuk itu di bentuk Gunseibu, di Jawa Barat dengan Bandung sebagai pusatnya, di Jawa Tengah dengan Semarang sebagai pusatnya. Pemerintahan sementara berlangsung sampai dengan adannya perubahan tata pemerintahan di Jawa dan Madura mulai pada tanggal 8 Agustus 1942. Perubahan itu adalah dengan dikeluarkannya UU No. 27 tanggal 5 Agustus 1942 yang berisi antara lain dihilangkannya propinsi-propinsi yang telah ada dan diganti dengan Syuu yang merupakan sistem pemerintahan tertnggi dan berdiri sendiri (semacam karisidenan).

Berdasarkan ketentuan UU. No. 27 tanggal 5 Agustus 1942, maka dilakukan penghapusan propinsi dengan menggunakan istilah yang baru, Syuu (Karisidenan), Syi (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Kawedanan/distrik), Son (Kecamatan), Ku (Desa/Kelurahan), Syi dan Ken mempunyai status yang sama pada masa pendudukan Jepang. Sedangkan pemimpin untuk masing-masing unit administrasi tersebut adalah Syuchokan (dulu Resident), Syico (Walikota), Kencho (Bupati), Guncho (dulu Wedana), dan Kucho (Kepala Desa). Mengenai pemerintah lokal, struktur dan peraturan yang sudah ada dipertahankan, kecuali bahwa propinsi dihapuskan, dan sebaliknya karisidenan yang jumlahnya tujuh belas dihidupkan (Aiko Kurasawa,1993 :vii).

Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, organisasi-organisasi olahraga telah ada, dan untuk pertama kalinya, pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta telah terbentuk persatuan sepak bola yang bersifat kebangsaan yang bernama Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia (PSSI) yang diprakarsai oleh Ir. Soeratin Sosrosugondo. Pembentukan persatuan olahraga nasional tersebut merupakan tindakan dari kalangan bangsa Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1931 PSSI menyelenggarakan kompetisi tahunan antar anggota, Berkat perkembangannya yang baik, pada tahun 1938 pihak Belanda melalui persatuan sepak bolanya, Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) mengadakan pendekatan dan kerjasama dengan PSSI. Jejak organisasi ini diikuti oleh cabang olahraga Tennis dengan berdirinya Persatuan Lawn tennis Indonesia (PELTI) pada tahun 1935 di Semarang, kemudian diikuti juga pembentukan organisasi cabang olahraga bola kranjang (PBKSI), ketiga organisasi olahraga tersebut adalah organisasi terbesar yang dimiliki Indonesia pada masa Belanda (Margono,2001 :44-45).

Masuknya Pemerintah Jepang ke Indonesia membuat kegiatan olahraga mengalami berbagai kesulitan dan rintangan, tidak bisa menggerakkan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Hingga kemudian olahraga di Indonesia kembali bangkit sejak didirikannya organisasi Djawa Tai Iku Kai oleh Pemerintah Jepang. Tai Iku Kai berasal dari bahasa Jepang, yaitu Tai Iku yang berarti latihan fisik atau jasmani dan Kai yang berarti perkumpulan, jadi Djawa Tai Iku Kai adalah perkumpulan yang mewadahi kegiatan latihan fisik atau olahraga yang berada di pulau Jawa. Organisasi ini merupakan satu-satunya organisasi olahraga pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, yang merupakan peleburan dari seluruh organisasi keolahragaan yang sudah ada sebelumnya.

Organisasi Djawa Tai Iku Kai dibentuk pada tanggal 27 Oktober 1942. Djawa Tai Iku Kai merupakan organisasi yang didirikan oleh pemerintah Jepang dengan maksud melatih jasmani dan rohani diantara bangsa Nippon dan penduduk tanah Jawa umumnya, secara sungguh-sungguh. Cara tersebut diatas gunanya yaitu supaya dapat memberikan sumbangan kepada peperangan suci yang dianjurkan oleh Bala Tentara Dai Nippon yang maksudnya tidak lain ialah membangun Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya (Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Tai Iku Kai, Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran no 4470).

Tai Iku Kai mempunyai struktur organisasi dua macam, yaitu struktur yang terdiri atas satuan-satuan pada tingkat Syuu (karisidenan), Kochi (sebutan daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta pada masa pendudukan Jepang), kebawah sampai tingkatan Ken (kabupaten), Si (kotapraja). Sedangkan yang kedua adalah Struktur Tai Iku Kai dari pabrik-pabrik dan kantor-kantor.

Pada tingkat Djawa Tai Iku Kai atau gabungan (pusat), yang terdiri atas Syuu dan Kochi. Diantara pengurus Tai Iku Kai ini, yang menjadi Kaityoo (pemimpin atau ketua) ialah Gunsaikan, yangmana selain memimpin organisasi Tai Iku Kai di pusat, Gunsaikan juga bersetatus sebagai kepala pemerintah militer Jepang. Pada tingkatan daerah, pemimpin Tai Iku Kai juga funsional: Para Kaityoonya (pemimpin) adalah masing-masing Syuutyokan (pemimpin di tingkat karisidenan), Tokubetsu Syityo dan Kootji Zimukyoku Tyokan (pejabat Jepang yang mengepalai kantor administrasi daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta). Juga pada tingkatan daerah yang lebih rendah, kedudukan Kaityoo Tai Iku Kai setempat dipegang secara fungsional, yaitu oleh Kentyo (pemimpin di tingkat kabupaten) dan Syityo (pemimpin di tingkat kotapraja).

Dilihat dari terbentuknya organisasi-organisasi di Indonesia yang berada di bawah pengawasan Jepang, dapat disimpulkan bahwa organisasi tersebut muncul karena adanya desakan kepentingan Jepang dalam pemenuhan kebutuhan perang. Adapun pendirian organisasi Tai Iku Kai juga tidak terlepas dari kepentingan Jepang. Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai terbentunya Tai Iku Kai dilihat dari kepentingan Jepang, dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik. Jika pada awal peperangan Angkatan Perang Jepang bertindak ofensif selalu menyerang maka menjelang awal tahun 1943 berbaliklah sikap itu, dari sikap ofensif ke sikap defensif atau bertahan. Sebaliknya angkatan perang Sekutu yang telah pulih dari kelumpuhannya pada waktu serangan mendadak pihak Jepang terhadap Pearl Harbor, mulai menggunakan gerakan ofensif, dengan serangan yang mantap dan terus menerus. Maka tentara Jepangpun terpaksa mulai giat mengerahkan dan melatih penduduk di segenap tanah air untuk membantu tentara Jepang menghadapi serangan balik tentara Sekutu.

Pimpinan tentara Jepang merencanakan siasat perang selama mungkin untuk menahan dan menghambat kemajuan tentara Sekutu. Untuk keperluan itu tentara Jepang sangat membutuhkan tenaga-tenaga rakyat dari berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang olahraga, maka Jepang membentuk organisasi Tai Iku Kai.

Kegiatan olahraga selanjutnya baru dimulai bulan Mei 1943. hal ini merupakan taktik pemerintah Jepang dalam mendekatkan diri dengan bangsa Indonesia dan sebagai saudara tua yang selalu memperhatikan bangsa Indonesia akibat penjajahan Belanda yang terlalu lama, sehingga rakyat Indonesia merasa mendapat perlindungan. Dilain pihak balatentara Jepang sudah mulai terdesak keadaannya. Jadi Indonesia merupakan benteng terakhir pemerintah Jepang untuk bertahan dalam Perang Dunia II.

Kegiatan olahraga mulai dijalankan kembali di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor, Yogyakarta, Malang, Blitar, dan juga kota-kota lainnya. Sedangkan pendidikan jasmani di sekolah yang diberikan adalah taiso (senam pagi ala Jepang) yang digemakan setiap pagi mulai radio dan wajib dilakukan oleh murid-murid, dari sekolah dasar sampai kesekolah lanjutan. Taiso ini dibagi dalam tiga seri, seri I disebut Dai Ichi, seri II disebut Dai Ni, dan seri III disebut Dai San. Hampir setiap siswa mahir melakukannya dengan iringan lagu yang berlainan untuk setiap seri. Selain itu disekolah pendidikan jasmani yang banyak diwajibkan oleh pemerintah penjajahan Jepang adalah baris-berbaris, dan latihan perang-perangan yang disebut “kyoren”, bela diri seperti sumo, kendo, yaitu mempermainkan samurai (pedang) dari bambu dan menggunakan pelindung kepala, dan Judo serta senam tentara seperti bela diri kelompok, antara lain gajah-gajahan beregu, gendong-gendongan (dua orang) dan saling menjatuhkan, dan lain-lain. Keuntungan yang diperoleh dari pendidikan jasmani militer ini adalah keberanian dan daya tahan. Selain itu juga mulai diperkenalkan baseball, yang diperkenalkan oleh tentara Jepang.

Untuk mengetahui secara lebih jelas pembentukan organisasi Tai Iku Kai, dibawah ini merupakan dasar atau putusan yang di keluarkan dari hasil musyawarah Djawa Hokoo Tai Iku Kai yang dilangsungkan di Jakarta pada hari 19 bulan 2 tahun 2605, yang dihadiri oleh segenap utusan dari Syuu, Kochi dan Tokubetsu Si seluruh Jawa dan Madura (Asia Raya, No.49, Senin 26 Ni-Gatsu 2605, hal II kolom 3):

  1. Mengingat bahwa pada jaman pemerintah Belanda gerakan keolahragaan yang didasarkan atas kebangsaan sekali-kali tidak dapat perhatian, malah dapat rintangan-rintangan dari pihak pemerintah yang lalu.

  2. Menimbang bahwa pembentukan Djawa Rengoo Tai Iku Kai pada bulan 8 tahun 2603 adalah usaha yang pertama dari pemerintah Balatentara Dai Nippon untuk memelihara keolahragaan sebagai alat dalam pembangunan masyarakat baru yaitu ditujukan untuk menambah kegiatan dan kesentosaan dalam pembangunan ini, agar menjadi sumbangan untuk mencapai kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya pada pihak kita.

  3. Menimbang bahwa pencerahan badan Djawa Rengoo Tai Iku Kai pada hari 1 bulan 12 tahun 2604 bemaksud untuk menyesuaikan gerakan ini dengan tujuan Djawa Hookokai.


Memutuskan:

Menyatakan perasaan terima kasih dengan khitmat dari segenap rakyat Indonesia kepada pemerintah Balatentara Dai Nippon atas kepercayaannya.


Di dalam hasil musyawarah Jawa Hokoo Tai Iku Kai tersebut pemerintah Jepang mengukuhkan dan mensosialisasikan kembali keberadaan organisasi Tai Iku Kai di seluruh pelosok pulau Jawa dan Madura. Hal ini tidak terlepas dengan tujuan Jepang, yaitu untuk memajukan keolahragaan bagi masyarakat, agar menjadi sumbangan untuk mencapai kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya

Semasa pendudukan Jepang alat-alat olahraga makin sulit didapat dan kalau ada barangnya, harganyapun sangat mahal. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan cabang-cabang olahraga pada umumnya. Sering dalam keadaan terbatas pertandingan-pertandingan hanya diadakan antar kampung, antar kota, umumnya olahraga diadakan di lapangan terbuka, pada pagi hari sebelum angin bertiup keras. Jika terpaksa, olahraga dapat dilakukan pada malam hari dengan menggunakan lampu petromaks, karena listrikpun sangat terbatas. Semuanya serba bersifat sederhana, walaupun keadaannya demikian sulit namun tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa persahabatan, sehingga meninggalkan kenang-kenangan yang baik diantara para pemain.

Pada masa penjajahan Jepang telah terdapat jago-jago bulutangkis di Pulau Jawa, diantaranya Sudirman, Basrul Jamal, Oei Hok Tjoan, Liem Soei Liong dan Napsirin asal Medan. Ketika ketua Ikatan Sport Indonesia (ISI), Mr. Widodo Sosrodiningrat membuka kejuaraan bulutangkis pada tanggal 8 Desember 1942 di Solo, telah diterima usulan dari Ketua Bagian Bulutangkis ISI, yaitu RM.S. Tjondrokusumo, agar untuk seterusnya dipergunakan istilah “Bulutangkis” sebagai pengganti badminton. PELTI yang selalu mengadakan pertandingan dan kompetisi yang teratur semasa pemerintah Belanda, sejak pendudukan oleh Jepang mengalami kekurangan alat-alat, sehingga kegiatan olahraga tennis terbatas di kota-kota besar saja, sedangkan kegiatan dikota kecil sudah tidak ada lagi, akibatnya kejuaran nasional tennis sejak pembentukan PELTI tidak pernah diadakan lagi dari tahun 1942-1950. lebih-lebih setelah Dr. Hurip meninggal, sehingga bangsa Indonesia telah kehilangan pakar tenisnya.

Salah satu dari banyak macam olahraga asli yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, ialah permainan Okol atau Keket yang hanya terdapat di dusun-dusun di pulau Madura. Okol adalah salah satu permainan asli yang hanya dilakukan oleh rakyat jelata di Madura, diwaktu mereka bersenang-senang dibawah terang bulan. Biasanya permainan tersebut disertai tabuhan gendang dan diiringi oleh nyanyian merdu. Okol dilakukan oleh dua orang laki-laki dan teknik permainan hampir mirip dengan Gelut dari Jawa Tengah dan Sumo dari Jepang ( Majalah Indonesia Merdeka no.5, 25 Juni 1945:7).

Seperti didaerah-daerah lain, maka di Surakarta oleh pemerintah pendudukan Jepang dibentuk suatu organisasi olahraga: Tai Iku Kai, yang dalam bahasa Indonesia berarti persatuan olahraga. Dimana pembentukan ini dilakukan secara serentak di daerah-daerah seluruh Jawa.

Tai Iku Kai di Surakarta Kochi hanya terdapat satu Tai Iku Kai yang menjadi pusatnya, yaitu Surakarta Rengoo Tai Iku Kai. Dimana perkumpulan olahraga ini menunjukkan persatuan antara Solo Kochi (Kasunanan) dengan Mangkunegaran Kochi. Disebutkan pula peraturan-peratuan mengenai dua wilayah tersebut, yang telah ditetapkan oleh Surakarta Rengoo Tai Iku Kai.

Berdasarkan peraturan tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan kerjasama serta pembagian tugas yang cukup adil antara kedua wilayah di Surakarta Kochi. Disebutkan bahwa Solo Koo sebagai ketua kehormatan dan begitu juga dengan Mangkunegoro Koo, mereka menyambut dengan baik atas dibentuknya persatuan Tai Iku Kai di Surakarta Kochi.

Setelah diadakan pelantikan Mangkunegoro Koo Kochi, beliau segera membentuk kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai yang didalam kepengurusan hariannya dipimpin oleh R. Soetardi Hardjoloekito, melalui keduanya diharapkan dapat memajukan semangat dalam keolahragaan. Kesemuanya itu ditujukan untuk kemenangan akhir Jepang. Adapun pendirian Tai Iku Kai di Mangkunegaran Kochi diperintah oleh Mangkunegoro Koo, yaitu sebagai berikut (Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran,no.6292.29):

  1. Angengeti agenging goenanipoen olahraga ing Jaman Anyar puniko, parentah Wadyobala Dai Nippon kepareng mranoto wangun babagan olahraga ing tanah Jawi, kanti ngawontenaken bebadan ageng nama “Djawa Rengoo Tai Iku Kai”.

  2. Anoemesi ingkang kawrat ing “Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Rengoo Tai Iku Kai,”Sumurih kantor Mangkunegaran oegi nama boten kantoen kaliyan kantor sanes-sanesipun, perloe ngawontenaken dapukan, lajeng kanamakaken:”kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai.”Dapukan puniko lajeng bade sumoesoep dateng “Surakarta kota Tai Iku Kai (dapukanipun Kito Mangkunegran-Kochi kaliyan Kito Solo Kochi).




Dalam bahasa Indonesia artinya sebagai berikut:

    1. Mengingat besarnya kegunaan olahraga di Jaman Baru ini, pemerintah bala tentara Dai Nippon bermaksud menata dengan baik keolahragaan yang berada di tanah Jawa, dengan membentuk organisasi dengan nama “Djawa Rengoo Tai Iku Kai”.

    2. Melihat dalam “Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Rengoo Tai Iku Kai”, Jepang memerintah kepada kantor Mangkunegaran dan kantor-kantor yang lain agar membentuk Tai Iku Kai. Selanjutnya kantor Mangkunegaran dinamakan Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai, pembentukan ini selanjutnya akan masuk kedalam “Surakarta kota Tai Iku Kai” (yang terdiri dari Kito Mangkunegaran Kochi dan Solo Kochi)


Sumber arsip di atas merupakan dasar dari pembentukan Tai Iku Kai di Mangkunegaran Kochi dan Solo Kochi. Dengan terbentuknya Tai Iku Kai di Surakarta Kochi, maka jelas bahwa Jepang benar-benar memanfaatkan tenaga rakyat Surakarta melalui bidang keolahragaan untuk di sumbangkan bagi kepentingan perang Asia Timur Raya. Tai Iku Kai di Surakarta kochi sebagai organisasi resmi di bawah pengawasan Jepang memberikan keluasaan peran bagi para raja (Kasunanan dan Manngkunegaran) dengan tugas-tugas yang ada, yaitu propaganda dan mobilisasi masa.

Di Surakarta pembentukan organisasi Tai Iku Kai terdiri dari semua Ken Tai Iku Kai, Tai Iku Kai dari pabrik-pabrik, kantor-kantor, perusahaan-perusahaan yang ada di daerah Kochi. Pendirian organisasi Tai Iku Kai di Surakarta oleh Jepang ini mempunyai tujuan untuk memajukan olahraga diantara bangsa Nippon dan penduduk di Jawa umumnya dan juga mendidik dan menambah keteguhan hati, menambah semangat rokhani dan jasmani, yang dipandang perlu untuk usaha bersama untuk memberi sumbangan tenaga dalam peperangan Asia Timur Raya (Susunan dan Peraturan Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai, Pasal 2, arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran, no. 4470).

Di Surakarta, olahraga keprajuritan Jepang (kendo,sumo, yudo) kurang berkembang, tetapi pada masa itu Jepang tetap menerapkan olahraga yang berkaitan dengan militer, walaupun hanya bagian dasar saja, olahraga tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:



Tabel 1

Program pertandingan olahraga

untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta Kochi

No

Macam pertandingan

Banyaknya partai

Banyaknya orang




Bangsa Nippon

Bangsa Indonesia

Bangsa asing






Tiong Hoa

Arab

Peranakan

1

Lari sambung dengan kaki terikat

1 partai terdiri dari 15 orang


16


28


9


4



3

2

Lari sambung sambil menggiring bola

20 orang

(2 partai)


12


20


5


2


1

3

Melompat tali, ditarik orang hingga setinggi lutut

15 oarang

(4 partai)


16


28


8


5


3

4

Lari dan melempar bola melalui tali

30 orang

(2 partai)


21


63


18


11


7

5

Serombongan (5 orang) lari bersama-sama dengan kaki terikat, memakai galah

5 orang

(4 partai)




8




8




2




1




1

6

Tarik tambang

100 orang

(2 partai)


60


90


30


15


5


Jumlah


133

237

72

38

20

Sumber: Arsip Rekso Pustaka Mangkunegaran, No.Katalok 4471, Program pertandingan olahraga untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta Kochi


Dalam memperingati ulang tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta tersebut, penonton yang menyaksikan sangat banyak. Lapangan Gilingan sebagai tempat pertandingan, penuh dengan penonton. Diantara mereka terdapat para pembesar daerah Surakarta, bahkan pembesar dari kedua kerajaan di Surakara juga ikut menyaksikan jalannya pertandingan. Hal ini dikarenakan para raja di kedua Kochi diperintah oleh Kochi Zimu Kyoku Tyokan (Watanabe Hiroshi) agar masyarakat dari kedua kerajaan menghadiri dalam perlombaan tersebut, untuk mengikuti perlombaan atau sebagai penonton saja (Tandingan Olahraga mengeti II tahun Kochi Zimu Kyoku, arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran, no. 4471).

Perbedaan warna kulit bagi anggota Tai Ikai Kai tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah Jepang. Hal ini disebabkan karena di dalam organisasi Tai Iku Kai sendiri lebih menekankan latihan fisik untuk kebutuhan perang dari pada mempersoalkan warna kulit, seperti apa yang dituliskan dalam maksud dan tujuan Tai Iku Kai yang antara lain menyebutkan, supaya “giat berlatih olahraga bersama-sama dengan pemerintah Balatentara Jepang dan supaya menyokong pembangunan Lingkungan Kemakmuran di Asia Timur Raya”. Secara lebih jelasnya arti dari kalimat tersebut adalah bahwa tenaga merekalah yang dibutuhkan untuk membantu perang melawan sekutu.

Cabang olahraga dalam tabel di atas merupakan olahraga untuk membentuk kekuatan fisik serta ketrampilan dalam memainkanya. Jepang menggalakkan olahraga ini di semua Tai Iku Kai di Surakarta Kochi, hal ini dimaksudkan agar masyarakat dengan kekuatan dan ketrampilannya dapat mempertahankan daerahnya dari serangan musuh. Olahraga ini diharapkan bisa menjadi nilai tambah dalam keahlian berperang, karena olahraga ini merupakan bagian dari olahraga militer.

Mengenai minat dalam mengikuti masing-masing cabang olahraga tersebut dapat dilihat sebagi berikut, bangsa Nippon sebanyak 133 orang, bangsa Indonesia sebanyak 237 orang, bangsa Tiong Hoa sebanyak 72 orang, bangsa Arab sebanyak 38 orang dan peranakan sebanyak 20 orang. Peserta yang paling banyak mengikuti pertandingan olahraga ini adalah warga Indonesia (Surakarta), yangmana dalam setiap perlombaan pesertanya paling banyak sendiri, hal ini jelas tidak bisa disangkal, karena pesertantanya merupakan warga pribumi. Sementara jenis olahraga yang paling banyak pesertanya adalah tarik tangbang, ini di karenakan dalam bermain membutuhkan peserta banyak untuk adu kekuatan dan juga permainan ini sangat mudah dilakukan. Olahraga di atas membutuhkan kekuatan, ketrampilan dan ketangkasan, seperti halnya ketrampilan yang dimiliki oleh tentara dalam medan pertempuran.

KESIMPULAN


Pemerintah Jepang meyakini bahwa propaganda dan mobilisasi massa merupakan sarana yang paling efektif. Pada awalnya propaganda berjalan lancar, kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk memobilisasi masa. Melalui upaya ini, diharapkan bahwa masyarakat dapat lebih kooperatif terhadap pemerintah Jepang. Kegiatan mobilisasi massa tersebut lebih banyak tertuju kepada upaya pembentukan organisasi. Tidak sedikit organisasi-organisasi yang berdiri atas bentukan Jepang dimana sebagaian besar beranggotakan para pemuda pemudi. Organisasi-organisasi tersebut seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Seinendan (barisan pemuda Indonesia), Keibodan (organisasi kepolisian), Jawa Hokokai (himpunan kebaktian rakyat).

Di antara sekian banyak organisasi bentukan Jepang diatas, salah satunya adalah Tai Iku Kai. Organisasi Tai Iku Kai di Surakarta didirikan pada bulan September 1943. Organisasi ini didirikan oleh pemerintah Jepang dengan maksud melatih jasmani dan rohani diantara bangsa Nippon dan penduduk di Surakarta, secara sungguh-sungguh. Cara tersebut diatas gunanya yaitu supaya dapat memberikan sumbangan kepada peperangan suci yang dianjurkan oleh Bala Tentara Dai Nippon yang maksudnya tidak lain ialah membangun Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya.

Pada aktifitasnya Tai Iku Kai, melakukan kegiatan olahraga yang berkaitan dengan perang, misalnya olahraga beladiri (sumo, kendo, yudo), kyoren, mengangkat goni pasir, melempar granat dan atletik. Selain olahraga tersebut, Jepang juga menganjurkan olahraga yang bersifat hiburan, seperti sepak bola, kasti, go back to door dan lain-lain, hal ini bertujuan agar rakyat Surakarta terlena dalam alam penjajahan. Di bentuknya organisasi Tai Iku Kai diharapkan dapat menggerakkan masyarakat Surakarta dalam berolahraga. Untuk lebih memudahkan pelaksanaannya, maka kepengurusan dipimpin oleh para tokoh atau pemimpin olahraga yang berpengaruh saat itu. Hal itu dapat dilihat dari kepengurusan Tai Iku Kai di Surakarta Kochi yang dipimpin oleh Solo Koo bersama dengan Mangkunegaran Koo sebagai kaityo kehormatan. Pemerintah Jepang berharap bahwasanya melalui peran serta para raja, rakyat akan mudah menaruh kepercayaan yang lebih banyak terhadap para pemimpinnya itu.

Propaganda melalui olahraga yang di tujukan kepada segenap lapisan masyarakat Surakarta yang ada pada waktu itu telah membantu meningkatkan ketajaman kesadaran diri rakyat Surakarta. Di samping itu upaya mobilisasi yang dilakukan Jepang tersebut, digunakan rakyat untuk mengambil kesempatan dengan sebaik-baiknya guna menanamkan semangat nasionalisme.






















DAFTAR PUSTAKA

Daftar Arsip

Pengangkatan jakuin (pengurus) Surakarta Rengoo Tai IKu Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Perslak pendek tentang pembentukan Kotta M.N. Ken Tai Iku Kai di Sonosoeka M.N. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Pembentukan Djawa Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Berdirinya panitya Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Tandingan olahraga mengeti II tahun Kochi zimu kyoku. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Susunan dan Peraturan Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Daftar nama-nama Jakuin Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Garis-garis besar tentang susunan Djawa Tai Iku Kai (Persatuan Olahraga seluruh Jawa). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Perslah cekakan kerampunganipun tetandingan bal-balan ngrebat “Juara” ing wewengkon bawah Mangkunegaran Kochi. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.



Pratelan adanya perkumpulan-perkumpulan gerak badan di daerah Mangkunegaran yang masuk menjadi anggota dari Kotta Mangkunegaran Ken Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


KAISOKU (Reglemen Perkumpulan). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Panitya Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Pranatan penggarapipun calon papan olahraga ing Badran Prahon bawah Kita Mangkunegaran. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Pelaporan cekak bab Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Program pertandingan olahraga untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi zimu kyoku (15-8-1944). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.


Daftar Buku


Aiko Kurasawa.1993. Mobilisasi dan Kontrol : Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Gramedia.


Akira Nagazumi.1988. Pemberontakan Indonesia Indonesia di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


Akar Sejarah dan Dimensi Keolahragaan Nasional. Jakarta: Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. 2004.

Arma Abdullah.1981. Olah Raga Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Sastra Hudaya.


Benda,J.Harry.1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Jakarta: PT. Dunia Pustaka.


Julianto Ibrahim. 2004. Bandit dan Perjuangan di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta. Wonogiri: Bina Citra Pustaka.

Kahin, G.M.T. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press.


Koentjaraningrat.1977. Metode-metode Penelitian Masyrakat. Jakarta: Gramedia.


Louis Gottchalk. 1961. Mengerti Sejarah. Jakarta: Bhatara.


Margono.1971. Ichtisar Sejarah Pergerakan Nasional 1908-1945. Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah ABRI.


Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah, Suatu Pengalaman. Jakarta: Yayasan Idayu.


Olahraga Indonesia Dalam Perspektif Sejarah Pereode 1945-1965. Jakarta: Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. 2004.


Panjaitan, A.P..1992. Dasar Teori Olah Raga dan Organisasi. Bandung: P.T. Rajawali Rosdakarya.


Sartono Kartodirjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia.


Srie Agustina Palupi. 2004. Sepak Bola dan Politik di Jawa 1920-1942, Yogyakarta: Ombak.


Saifudin Azwar. 2001. Metode Penelitian, Yogyakarrta: Pustaka Pelajar.


Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.



Majalah/Surat kabar

Asia Raja, No. 49, Senin 26 Ni-Gatsu 2605.

Djawa Baroe, 13. 2605.7.1.

Djawa Baroe, No. 20. 2604.10.15.

Indonesia Merdeka, no. 5, 25 Juni 1945.

Indonesia Merdeka, 10 Juli 2605

Kung Yung Po, No. 96, Sabtu, 21 Si Gatsu 2604.

Minggoe Pagi, 21 November 1954, No 34.

Djawa Baroe, 2.2604.1.15.

Djawa Baroe 13.2605.2.1.


Skripsi

Dani Srihandayani (C0500016), 2004, Skripsi: Pergerakan Fujin Kai di Surakarta Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.


Agus Nugroho (C0582004), Skripsi, 1988, Sainendan di Kochi Surakarta 1943-1945, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar