Pekan Olahraga Nasional
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pekan Olahraga Nasional (disingkat PON) adalah pesta olahraga nasional di Indonesia yang diadakan setiap empat tahun sekali dan diikuti seluruh provinsi di Indonesia.
Pekan Olahraga Nasional (disingkat PON) adalah pesta olahraga nasional di Indonesia yang diadakan setiap empat tahun sekali dan diikuti seluruh provinsi di Indonesia.
Pencak Silat atau Silat (berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri) adalah seni bela diri Asia yang berakar dari budaya Melayu. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura tapi bisa pula ditemukan dalam berbagai variasi di berbagai negara sesuai dengan penyebaran suku Melayu, seperti di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, saat ini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh.
Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa), adalah nama organisasi yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam untuk mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara.(nut)
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dalam bulan Januari 1947, bertempat di Balai Pertemuan Hadipraja Solo(Surakarta) berkumpullah para pemimpin olahraga dari seluruh wilayah Republik Indonesia dalam Usaha menentukan langkah-langkah yang harus diambil untuk menggerakkan olahraga secara teratur.
Pertemuan tersebut terkenal sebagai Kongres olahraga pertama yang diselenggarakan dalam Negara Republik Indonesia Merdeka. Kongres tersebut dipimpin oleh almarhum dr.Abdul Rachman Saleh, salah seorang tokoh olahraga terkemuka. Kongres ini telah melahirkan dua organisasi dengan nama satu Persatuan Olahraga Republik Indonesia disingkat dengan PORi. Dengan didirikannya PORI tadi, maka Republik Indonesia adalah telah memiliki suatu organisasi olahraga tingkat nasional, sedang organisasi olahraga bernama Geerakan olahraga disingkat Gelora yang dipimpin oleh Sri Paku Alam VIII, telah meleburkan diri dengan PORI tersebut.
Tujuan PORI kecuali memperatukan gerakan-gerakan keolahragaan di Tanah Air adalah juga sebagai organisasi untuk memperkuat kesatuan bangsa guna mempertahankan Negara Republik Indonesia yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agutus 1945.
Dalam Rangka keinginan untuk ikut serta daam Olympic Games XIV Di London, yang diselenggarakan dalam tahun 1948, maka dipandang perlu adanya suatu organisasi khusus yang mendapat tugas menyelenggarakan hubungan dengan Komite Olimpiade Internasional dan yang memenuhi ketentuan-ketentuan Komite Olimpiade Internasional tersebut. Dan unuk itu dibentuklah organisasi Olahraga organisasi Olahraga Kedua yang bernama Komite Olimpiade Republik Indonesia yang berkedudukan di yogyakarta dan diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang merupakan organisasi keolahragaan yang memenuhi ketentuan dimaksud.
Dengan demikian terdapatlah dua organisasi yang mengurus /membina keolahragaan di Indonesia pada masa itu,yaitu:
Untuk mewujudkan keinginan guna ikut serta dalam Olympic Games XIV diLondon tersebut.KORI mengadakan persiapan-persiapan yang menyusun delegasinya. Namun karena adanya serbuan tentara Belanda ke wilayah Republik ndonesia yang dikenal dengan nama Agresi Belanda I, maka semua potensi dikerahkan untuk menghadapi serbuan Belanda tersebut hingga semua soal-soal keolahragaan khususnya persiapan untuk mengikuti Olmpiade XIV terpaksa tidak dapat dilaksanakan sebagai mana mestinya . Baru setelah adanya persetujuan Renville pada tanggal 13 Januari 1948, kegiatan-kegiatan keolahragaan itu dapat dihidupkan kembali.
Akan tetapi karena persiapan untuk memilih atlit-atlit tidak dapat dilakukan berhubung waktunya yang sangat sempit serta pula adanya macam-macam kesulitan lainnya, maka cita-cita untuk ikut dalam olimpiade XIV di London tidak dapat diwujudkan.
Atas dasar inilah, timbul gagasan ntuk menghidupkan kembali Pekan olah raga yang dilakukan oleh ISI (ikatan sport indonesia)pada tahun 1938 di Solo. Insyaf akan pentingnya olahraga untuk perjuangan dan pembangunan negara , maka pekan Olahraga yang akan dihidupkan kembali itu harus didasarkan kepada tujuan yang luas , yaitu bukan saja untuk meningkatkan prestasi olahraga, tetapi juga dimaksudkan untuk kepentingan politik baik ke dalam maupun ke luar negeri. Ke dalam negeri dimaksudkan ntuk membina integrasi bangsa, sedang ke luar negeri digunakan untuk mewujudkan bahwa bangsa Indonesia mampu meakukan suatu pekerjaan besar di tengah-tengah kesulitan negara akibat rongrongan kaum penjajah Belanda pada waktu itu , yang penyelenggaraannya dengan menggunakan seluruh potensi masyarakat. Dan dengan kesepakatan bersama dari para olahragawan Indonesia maka penylenggaraan PON akan dilaksanakan dimaksudkan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa melalui sarana olahraga, dengan konep dasar sebagaimana telah ada yaitu adanya 1)Pembukaan; 2)Penyelenggaraan Pertandingan; dan Perlombaan serta 3)Penutupan.
Untuk dapat mewujudkan terselenggarannya Pekan Olahraga Nasional yang telah dicita-citakan itu, maka Pengurus Besar PORI mengirimkan delegasi ke Pemerintah Pusat yang pada waktu itu berkedudukan di Yogyakarta. Delegasi bermaksud meminta izin serta bantuan dari Pemerintah agar Pekan Olahraga Nasional tersebut yang akan dilaksanakan di Solo. Untuk memenuhi tugas tersebut, Pengurus PORI membentuk panitia yang tersusun sebagai berikut:
TAI IKU KAI
(1942-1945)
Oleh: Fajar Pinanggih
ABSTRACT
Tai Iku Kai was an organization formed by government at the time Japanese occupation in Indonesia. Surakarta’s Tai Iku Kai established on September 1943. It formed in order to organize support to the Dai Nippon military forces.It used as propaganda media to encourage self awareness Surakarta’s people.This mobilization system, fortunately, used as a tool of seeding a nationalism.
Keywords: Tai Iku kai, propaganda, olahraga, Jepang
PENDAHULUAN
Jauh sebelum bangsa Belanda datang ke nusantara, pendidikan dan kegiatan jasmani telah dilakukan. Pada zaman pra sejarah permainan berperan penting dalam mempersiapkan anak-anak dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Latihan-latihan tersebut kemudian berkembang menjadi olahraga renang, dayung, termasuk tari perang memainkan senjata, gulat, dan bela diri.
Di zaman kerajaan Hindu Jawa misalnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk menguasai beberapa sikap badan dan ketahanan tubuh dari kekurangan agar bisa membebaskan jiwa dan jasmani. Kegiatan tersebut diberikan kepada golongan brahmana, sedangkan kasta ksatria mendapat pendidikan jasmani yang erat hubungannya dengan kedudukan mereka sebagai kasta yang menguasai pemerintah, yaitu: kemiliteran, berburu, menunggang kuda, berlayar, menggunakan senjata tajam, seperti gada, tombak, dan busur. Guru-guru mereka adalah perwira-perwira atau senopati perang. Tarian juga diberikan sebagai pelengkap dalam upacara keagamaan. Acara-acara yang penting bagi pendidikan jasmani adalah pertandingan memainkan senjata atau satu lawan satu, membunuh binatang buas, parade ketentaraan, dan sebagainya (Srie Agustina Palupi, 2004:2).
Pada zaman kolonial Belanda masalah persatuan dan kesatuan adalah suatu yang amat sulit untuk diwujudkan pada saat itu. Untuk itulah segala jenis kegiatan organisasi keolahragaan dilarang buat pribumi. Memang pada tahun 1904 Belanda membangun kolam renang Cihampelas di Bandung. Namun, disamping harga masuknya yang sangat mahal, tidak terjangkau oleh pribumi, juga pemakaiannya juga terbatas hanya bagi orang kulit putih saja.
Zaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan perbaikan dalam kegiatan olahraga. Semua pelajar, mahasiswa, dan karyawan kantor, setiap pagi wajib melakukan olahraga senam yang disebut dengan bahasa Jepang, taisho. Disamping senam olahraga bela diri juga dilakukan dikalangan pelajar (A.P.Panjaitan,1992 :41).
Olahraga pada masa Jepang sangat di pengaruhi oleh semangat perang yang berkobar pada saat itu. Di samping menerima kewajiban berolah raga, yang penting pada waktu itu adalah menanamkan semangat Hakka-ichiu, yaitu menanamkan arti perang Asia Timur Raya dan kemenangan berada di pihak Nippon.
Untuk mendidik dan menambah keteguhan hati, semangat jasmani dan rohani bangsa Nippon dan penduduk Jawa, Jepang membentuk suatu perkumpulan olahraga yang diberi nama Tai Iku Kai. Perkumpulan ini pada umumnya menyelenggarakan olahraga kendo, djudo, djukendjutsu, taisho, dan olah raga lainnya. Oleh Jepang olahraga ini dijadikan suatu sarana untuk memperkuat jasmani, yang pada akhirnya disumbangkan untuk perang melawan sekutu.
Tai Iku Kai di seluruh Jawa di pusatkan pada suatu badan induk keolahragaan yang bernama Djawa Tai Iku Kai. Badan induk keolahragaan ini membawahi Tai Iku Kai di semua Ken (Kabupaten) dan Si (Kota Praja), termasuk juga daerah di kooti yang setimbang dengan Si dan di Siku-Tokubetsu Si, dan juga pabrik-pabrik, kantor-kantor dan Rengoo Tai Iku Kai di Syuu (Karisidenan). Dalam keanggotaan Tai Iku Kai yang dibolehkan masuk menjadi anggota adalah bangsa Nippon dan semua penduduk tanah Jawa dari umur 12 tahun keatas. Bangsa Tiong Hoa dan bangsa peranakan juga bisa menjadi anggota, dan semua perkumpulan olahraga yang sudah dibentuk di suatu daerah didalam Ken dan Si, dibolehkan masuk menjadi anggota Tai Iku Kai.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dan bersifat deskriptif analitis yang berusaha mendeskripsikan serta menganalisis tentang organisasi keolahragaan di Surakarta pada masa pendudukan Jepang. Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data-data yang ada. Selanjutnya data-data yang telah terkumpul, kemudian diadakan reduksi data yaitu menyeleksi seluruh data yang ada dengan cara membandingkan serta mengkait-kaitkannya. Data-data yang terseleksi itu kemudian tinggallah fakta-fakta, kemudian dilakukan langkah verifikasi yaitu menyajikan dalam bentuk tulisan secara deskriptif, yaitu melukiskan suatu keadaan berdasarkan atas fakta-fakta yang tersedia.
Penelitian ini mengambil lokasi di Surakarta. Alasan pengambilan lokasi ini adalah masih sedikitnya pengetahuan kita tentang Surakarta khususnya mengenai perkembangan olahraga semasa pendudukan Jepang.
Penulisan skripsi ini memiliki scope temporal antara tahun 1942-1945, dengan batasan waktu tersebut, maka dilakukan pencarian data yang berhubungan dengan kegiatan olahraga di Surakarta pada masa pendudukan Jepang, dengan menggunakan sumber dokumen dari Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran yang membahas tentang Organisasi Tai Iku Kai .
Dalam penelitian ini menggunakan berbagai sumber-sumber kepustakaan yang ada di Monumen Pers Nasional Surakarta, Perpustakaan Rekso Poestoko Mangkunegaran, Perpustakaan Sasono Poestoko Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta, serta beberapa perpustakaan lainnya.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini secara representatif, yaitu para narasumber yang dianggap mampu memberikan penjelasan tentang keolahragaan di Surakarta pada masa Jepang sesuai keperluan penelitian.
Berdasarkan data yang telah berhasil dikumpulkan, baik melalui studi dokumen ataupun studi pustaka, selanjutnya dianalisis secara kualitatif, dengan bentuk penyajian yang bersifat diskriptif analisis. Ketepatan teknik analisa dalam penulisan sangat menentukan bobot penelitian. Agar memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan penelitian sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan.
PEMBAHASAN
Pemerintah militer Jepang di Indonesia secara hukum dimulai pada tanggal 8 Maret 1942, berdasar pada Osamu Seirei No. 1 1942. Adapun semua badan pemerintah dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui untuk sementara waktu, sepanjang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer. Tugas dari pemerintah militer ialah memulihkan ketertiban dan keamanan serta menanamkan kekuasaan yang pada saat itu kosong. Untuk itu di bentuk Gunseibu, di Jawa Barat dengan Bandung sebagai pusatnya, di Jawa Tengah dengan Semarang sebagai pusatnya. Pemerintahan sementara berlangsung sampai dengan adannya perubahan tata pemerintahan di Jawa dan Madura mulai pada tanggal 8 Agustus 1942. Perubahan itu adalah dengan dikeluarkannya UU No. 27 tanggal 5 Agustus 1942 yang berisi antara lain dihilangkannya propinsi-propinsi yang telah ada dan diganti dengan Syuu yang merupakan sistem pemerintahan tertnggi dan berdiri sendiri (semacam karisidenan).
Berdasarkan ketentuan UU. No. 27 tanggal 5 Agustus 1942, maka dilakukan penghapusan propinsi dengan menggunakan istilah yang baru, Syuu (Karisidenan), Syi (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Kawedanan/distrik), Son (Kecamatan), Ku (Desa/Kelurahan), Syi dan Ken mempunyai status yang sama pada masa pendudukan Jepang. Sedangkan pemimpin untuk masing-masing unit administrasi tersebut adalah Syuchokan (dulu Resident), Syico (Walikota), Kencho (Bupati), Guncho (dulu Wedana), dan Kucho (Kepala Desa). Mengenai pemerintah lokal, struktur dan peraturan yang sudah ada dipertahankan, kecuali bahwa propinsi dihapuskan, dan sebaliknya karisidenan yang jumlahnya tujuh belas dihidupkan (Aiko Kurasawa,1993 :vii).
Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, organisasi-organisasi olahraga telah ada, dan untuk pertama kalinya, pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta telah terbentuk persatuan sepak bola yang bersifat kebangsaan yang bernama Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia (PSSI) yang diprakarsai oleh Ir. Soeratin Sosrosugondo. Pembentukan persatuan olahraga nasional tersebut merupakan tindakan dari kalangan bangsa Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1931 PSSI menyelenggarakan kompetisi tahunan antar anggota, Berkat perkembangannya yang baik, pada tahun 1938 pihak Belanda melalui persatuan sepak bolanya, Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) mengadakan pendekatan dan kerjasama dengan PSSI. Jejak organisasi ini diikuti oleh cabang olahraga Tennis dengan berdirinya Persatuan Lawn tennis Indonesia (PELTI) pada tahun 1935 di Semarang, kemudian diikuti juga pembentukan organisasi cabang olahraga bola kranjang (PBKSI), ketiga organisasi olahraga tersebut adalah organisasi terbesar yang dimiliki Indonesia pada masa Belanda (Margono,2001 :44-45).
Masuknya Pemerintah Jepang ke Indonesia membuat kegiatan olahraga mengalami berbagai kesulitan dan rintangan, tidak bisa menggerakkan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Hingga kemudian olahraga di Indonesia kembali bangkit sejak didirikannya organisasi Djawa Tai Iku Kai oleh Pemerintah Jepang. Tai Iku Kai berasal dari bahasa Jepang, yaitu Tai Iku yang berarti latihan fisik atau jasmani dan Kai yang berarti perkumpulan, jadi Djawa Tai Iku Kai adalah perkumpulan yang mewadahi kegiatan latihan fisik atau olahraga yang berada di pulau Jawa. Organisasi ini merupakan satu-satunya organisasi olahraga pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, yang merupakan peleburan dari seluruh organisasi keolahragaan yang sudah ada sebelumnya.
Organisasi Djawa Tai Iku Kai dibentuk pada tanggal 27 Oktober 1942. Djawa Tai Iku Kai merupakan organisasi yang didirikan oleh pemerintah Jepang dengan maksud melatih jasmani dan rohani diantara bangsa Nippon dan penduduk tanah Jawa umumnya, secara sungguh-sungguh. Cara tersebut diatas gunanya yaitu supaya dapat memberikan sumbangan kepada peperangan suci yang dianjurkan oleh Bala Tentara Dai Nippon yang maksudnya tidak lain ialah membangun Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya (Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Tai Iku Kai, Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran no 4470).
Tai Iku Kai mempunyai struktur organisasi dua macam, yaitu struktur yang terdiri atas satuan-satuan pada tingkat Syuu (karisidenan), Kochi (sebutan daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta pada masa pendudukan Jepang), kebawah sampai tingkatan Ken (kabupaten), Si (kotapraja). Sedangkan yang kedua adalah Struktur Tai Iku Kai dari pabrik-pabrik dan kantor-kantor.
Pada tingkat Djawa Tai Iku Kai atau gabungan (pusat), yang terdiri atas Syuu dan Kochi. Diantara pengurus Tai Iku Kai ini, yang menjadi Kaityoo (pemimpin atau ketua) ialah Gunsaikan, yangmana selain memimpin organisasi Tai Iku Kai di pusat, Gunsaikan juga bersetatus sebagai kepala pemerintah militer Jepang. Pada tingkatan daerah, pemimpin Tai Iku Kai juga funsional: Para Kaityoonya (pemimpin) adalah masing-masing Syuutyokan (pemimpin di tingkat karisidenan), Tokubetsu Syityo dan Kootji Zimukyoku Tyokan (pejabat Jepang yang mengepalai kantor administrasi daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta). Juga pada tingkatan daerah yang lebih rendah, kedudukan Kaityoo Tai Iku Kai setempat dipegang secara fungsional, yaitu oleh Kentyo (pemimpin di tingkat kabupaten) dan Syityo (pemimpin di tingkat kotapraja).
Dilihat dari terbentuknya organisasi-organisasi di Indonesia yang berada di bawah pengawasan Jepang, dapat disimpulkan bahwa organisasi tersebut muncul karena adanya desakan kepentingan Jepang dalam pemenuhan kebutuhan perang. Adapun pendirian organisasi Tai Iku Kai juga tidak terlepas dari kepentingan Jepang. Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai terbentunya Tai Iku Kai dilihat dari kepentingan Jepang, dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik. Jika pada awal peperangan Angkatan Perang Jepang bertindak ofensif selalu menyerang maka menjelang awal tahun 1943 berbaliklah sikap itu, dari sikap ofensif ke sikap defensif atau bertahan. Sebaliknya angkatan perang Sekutu yang telah pulih dari kelumpuhannya pada waktu serangan mendadak pihak Jepang terhadap Pearl Harbor, mulai menggunakan gerakan ofensif, dengan serangan yang mantap dan terus menerus. Maka tentara Jepangpun terpaksa mulai giat mengerahkan dan melatih penduduk di segenap tanah air untuk membantu tentara Jepang menghadapi serangan balik tentara Sekutu.
Pimpinan tentara Jepang merencanakan siasat perang selama mungkin untuk menahan dan menghambat kemajuan tentara Sekutu. Untuk keperluan itu tentara Jepang sangat membutuhkan tenaga-tenaga rakyat dari berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang olahraga, maka Jepang membentuk organisasi Tai Iku Kai.
Kegiatan olahraga selanjutnya baru dimulai bulan Mei 1943. hal ini merupakan taktik pemerintah Jepang dalam mendekatkan diri dengan bangsa Indonesia dan sebagai saudara tua yang selalu memperhatikan bangsa Indonesia akibat penjajahan Belanda yang terlalu lama, sehingga rakyat Indonesia merasa mendapat perlindungan. Dilain pihak balatentara Jepang sudah mulai terdesak keadaannya. Jadi Indonesia merupakan benteng terakhir pemerintah Jepang untuk bertahan dalam Perang Dunia II.
Kegiatan olahraga mulai dijalankan kembali di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor, Yogyakarta, Malang, Blitar, dan juga kota-kota lainnya. Sedangkan pendidikan jasmani di sekolah yang diberikan adalah taiso (senam pagi ala Jepang) yang digemakan setiap pagi mulai radio dan wajib dilakukan oleh murid-murid, dari sekolah dasar sampai kesekolah lanjutan. Taiso ini dibagi dalam tiga seri, seri I disebut Dai Ichi, seri II disebut Dai Ni, dan seri III disebut Dai San. Hampir setiap siswa mahir melakukannya dengan iringan lagu yang berlainan untuk setiap seri. Selain itu disekolah pendidikan jasmani yang banyak diwajibkan oleh pemerintah penjajahan Jepang adalah baris-berbaris, dan latihan perang-perangan yang disebut “kyoren”, bela diri seperti sumo, kendo, yaitu mempermainkan samurai (pedang) dari bambu dan menggunakan pelindung kepala, dan Judo serta senam tentara seperti bela diri kelompok, antara lain gajah-gajahan beregu, gendong-gendongan (dua orang) dan saling menjatuhkan, dan lain-lain. Keuntungan yang diperoleh dari pendidikan jasmani militer ini adalah keberanian dan daya tahan. Selain itu juga mulai diperkenalkan baseball, yang diperkenalkan oleh tentara Jepang.
Untuk mengetahui secara lebih jelas pembentukan organisasi Tai Iku Kai, dibawah ini merupakan dasar atau putusan yang di keluarkan dari hasil musyawarah Djawa Hokoo Tai Iku Kai yang dilangsungkan di Jakarta pada hari 19 bulan 2 tahun 2605, yang dihadiri oleh segenap utusan dari Syuu, Kochi dan Tokubetsu Si seluruh Jawa dan Madura (Asia Raya, No.49, Senin 26 Ni-Gatsu 2605, hal II kolom 3):
Mengingat bahwa pada jaman pemerintah Belanda gerakan keolahragaan yang didasarkan atas kebangsaan sekali-kali tidak dapat perhatian, malah dapat rintangan-rintangan dari pihak pemerintah yang lalu.
Menimbang bahwa pembentukan Djawa Rengoo Tai Iku Kai pada bulan 8 tahun 2603 adalah usaha yang pertama dari pemerintah Balatentara Dai Nippon untuk memelihara keolahragaan sebagai alat dalam pembangunan masyarakat baru yaitu ditujukan untuk menambah kegiatan dan kesentosaan dalam pembangunan ini, agar menjadi sumbangan untuk mencapai kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya pada pihak kita.
Menimbang bahwa pencerahan badan Djawa Rengoo Tai Iku Kai pada hari 1 bulan 12 tahun 2604 bemaksud untuk menyesuaikan gerakan ini dengan tujuan Djawa Hookokai.
Memutuskan:
Menyatakan perasaan terima kasih dengan khitmat dari segenap rakyat Indonesia kepada pemerintah Balatentara Dai Nippon atas kepercayaannya.
Di dalam hasil musyawarah Jawa Hokoo Tai Iku Kai tersebut pemerintah Jepang mengukuhkan dan mensosialisasikan kembali keberadaan organisasi Tai Iku Kai di seluruh pelosok pulau Jawa dan Madura. Hal ini tidak terlepas dengan tujuan Jepang, yaitu untuk memajukan keolahragaan bagi masyarakat, agar menjadi sumbangan untuk mencapai kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya
Semasa pendudukan Jepang alat-alat olahraga makin sulit didapat dan kalau ada barangnya, harganyapun sangat mahal. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan cabang-cabang olahraga pada umumnya. Sering dalam keadaan terbatas pertandingan-pertandingan hanya diadakan antar kampung, antar kota, umumnya olahraga diadakan di lapangan terbuka, pada pagi hari sebelum angin bertiup keras. Jika terpaksa, olahraga dapat dilakukan pada malam hari dengan menggunakan lampu petromaks, karena listrikpun sangat terbatas. Semuanya serba bersifat sederhana, walaupun keadaannya demikian sulit namun tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa persahabatan, sehingga meninggalkan kenang-kenangan yang baik diantara para pemain.
Pada masa penjajahan Jepang telah terdapat jago-jago bulutangkis di Pulau Jawa, diantaranya Sudirman, Basrul Jamal, Oei Hok Tjoan, Liem Soei Liong dan Napsirin asal Medan. Ketika ketua Ikatan Sport Indonesia (ISI), Mr. Widodo Sosrodiningrat membuka kejuaraan bulutangkis pada tanggal 8 Desember 1942 di Solo, telah diterima usulan dari Ketua Bagian Bulutangkis ISI, yaitu RM.S. Tjondrokusumo, agar untuk seterusnya dipergunakan istilah “Bulutangkis” sebagai pengganti badminton. PELTI yang selalu mengadakan pertandingan dan kompetisi yang teratur semasa pemerintah Belanda, sejak pendudukan oleh Jepang mengalami kekurangan alat-alat, sehingga kegiatan olahraga tennis terbatas di kota-kota besar saja, sedangkan kegiatan dikota kecil sudah tidak ada lagi, akibatnya kejuaran nasional tennis sejak pembentukan PELTI tidak pernah diadakan lagi dari tahun 1942-1950. lebih-lebih setelah Dr. Hurip meninggal, sehingga bangsa Indonesia telah kehilangan pakar tenisnya.
Salah satu dari banyak macam olahraga asli yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, ialah permainan Okol atau Keket yang hanya terdapat di dusun-dusun di pulau Madura. Okol adalah salah satu permainan asli yang hanya dilakukan oleh rakyat jelata di Madura, diwaktu mereka bersenang-senang dibawah terang bulan. Biasanya permainan tersebut disertai tabuhan gendang dan diiringi oleh nyanyian merdu. Okol dilakukan oleh dua orang laki-laki dan teknik permainan hampir mirip dengan Gelut dari Jawa Tengah dan Sumo dari Jepang ( Majalah Indonesia Merdeka no.5, 25 Juni 1945:7).
Seperti didaerah-daerah lain, maka di Surakarta oleh pemerintah pendudukan Jepang dibentuk suatu organisasi olahraga: Tai Iku Kai, yang dalam bahasa Indonesia berarti persatuan olahraga. Dimana pembentukan ini dilakukan secara serentak di daerah-daerah seluruh Jawa.
Tai Iku Kai di Surakarta Kochi hanya terdapat satu Tai Iku Kai yang menjadi pusatnya, yaitu Surakarta Rengoo Tai Iku Kai. Dimana perkumpulan olahraga ini menunjukkan persatuan antara Solo Kochi (Kasunanan) dengan Mangkunegaran Kochi. Disebutkan pula peraturan-peratuan mengenai dua wilayah tersebut, yang telah ditetapkan oleh Surakarta Rengoo Tai Iku Kai.
Berdasarkan peraturan tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan kerjasama serta pembagian tugas yang cukup adil antara kedua wilayah di Surakarta Kochi. Disebutkan bahwa Solo Koo sebagai ketua kehormatan dan begitu juga dengan Mangkunegoro Koo, mereka menyambut dengan baik atas dibentuknya persatuan Tai Iku Kai di Surakarta Kochi.
Setelah diadakan pelantikan Mangkunegoro Koo Kochi, beliau segera membentuk kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai yang didalam kepengurusan hariannya dipimpin oleh R. Soetardi Hardjoloekito, melalui keduanya diharapkan dapat memajukan semangat dalam keolahragaan. Kesemuanya itu ditujukan untuk kemenangan akhir Jepang. Adapun pendirian Tai Iku Kai di Mangkunegaran Kochi diperintah oleh Mangkunegoro Koo, yaitu sebagai berikut (Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran,no.6292.29):
Angengeti agenging goenanipoen olahraga ing Jaman Anyar puniko, parentah Wadyobala Dai Nippon kepareng mranoto wangun babagan olahraga ing tanah Jawi, kanti ngawontenaken bebadan ageng nama “Djawa Rengoo Tai Iku Kai”.
Anoemesi ingkang kawrat ing “Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Rengoo Tai Iku Kai,”Sumurih kantor Mangkunegaran oegi nama boten kantoen kaliyan kantor sanes-sanesipun, perloe ngawontenaken dapukan, lajeng kanamakaken:”kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai.”Dapukan puniko lajeng bade sumoesoep dateng “Surakarta kota Tai Iku Kai (dapukanipun Kito Mangkunegran-Kochi kaliyan Kito Solo Kochi).
Dalam bahasa Indonesia artinya sebagai berikut:
Mengingat besarnya kegunaan olahraga di Jaman Baru ini, pemerintah bala tentara Dai Nippon bermaksud menata dengan baik keolahragaan yang berada di tanah Jawa, dengan membentuk organisasi dengan nama “Djawa Rengoo Tai Iku Kai”.
Melihat dalam “Garis-garis Besar tentang Susunan Djawa Rengoo Tai Iku Kai”, Jepang memerintah kepada kantor Mangkunegaran dan kantor-kantor yang lain agar membentuk Tai Iku Kai. Selanjutnya kantor Mangkunegaran dinamakan Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai, pembentukan ini selanjutnya akan masuk kedalam “Surakarta kota Tai Iku Kai” (yang terdiri dari Kito Mangkunegaran Kochi dan Solo Kochi)
Sumber arsip di atas merupakan dasar dari pembentukan Tai Iku Kai di Mangkunegaran Kochi dan Solo Kochi. Dengan terbentuknya Tai Iku Kai di Surakarta Kochi, maka jelas bahwa Jepang benar-benar memanfaatkan tenaga rakyat Surakarta melalui bidang keolahragaan untuk di sumbangkan bagi kepentingan perang Asia Timur Raya. Tai Iku Kai di Surakarta kochi sebagai organisasi resmi di bawah pengawasan Jepang memberikan keluasaan peran bagi para raja (Kasunanan dan Manngkunegaran) dengan tugas-tugas yang ada, yaitu propaganda dan mobilisasi masa.
Di Surakarta pembentukan organisasi Tai Iku Kai terdiri dari semua Ken Tai Iku Kai, Tai Iku Kai dari pabrik-pabrik, kantor-kantor, perusahaan-perusahaan yang ada di daerah Kochi. Pendirian organisasi Tai Iku Kai di Surakarta oleh Jepang ini mempunyai tujuan untuk memajukan olahraga diantara bangsa Nippon dan penduduk di Jawa umumnya dan juga mendidik dan menambah keteguhan hati, menambah semangat rokhani dan jasmani, yang dipandang perlu untuk usaha bersama untuk memberi sumbangan tenaga dalam peperangan Asia Timur Raya (Susunan dan Peraturan Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai, Pasal 2, arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran, no. 4470).
Di Surakarta, olahraga keprajuritan Jepang (kendo,sumo, yudo) kurang berkembang, tetapi pada masa itu Jepang tetap menerapkan olahraga yang berkaitan dengan militer, walaupun hanya bagian dasar saja, olahraga tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1
Program pertandingan olahraga
untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta Kochi
No | Macam pertandingan | Banyaknya partai | Banyaknya orang | ||||
|
|
| Bangsa Nippon | Bangsa Indonesia | Bangsa asing | ||
|
|
|
|
| Tiong Hoa | Arab | Peranakan |
1 | Lari sambung dengan kaki terikat | 1 partai terdiri dari 15 orang |
16 |
28 |
9 |
4
|
3 |
2 | Lari sambung sambil menggiring bola | 20 orang (2 partai) |
12 |
20 |
5 |
2 |
1 |
3 | Melompat tali, ditarik orang hingga setinggi lutut | 15 oarang (4 partai) |
16 |
28 |
8 |
5 |
3 |
4 | Lari dan melempar bola melalui tali | 30 orang (2 partai) |
21 |
63 |
18 |
11 |
7 |
5 | Serombongan (5 orang) lari bersama-sama dengan kaki terikat, memakai galah | 5 orang (4 partai) |
8 |
8 |
2 |
1 |
1 |
6 | Tarik tambang | 100 orang (2 partai) |
60 |
90 |
30 |
15 |
5 |
| Jumlah |
| 133 | 237 | 72 | 38 | 20 |
Sumber: Arsip Rekso Pustaka Mangkunegaran, No.Katalok 4471, Program pertandingan olahraga untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta Kochi
Dalam memperingati ulang tahun Kochi Zimu Kyoku di Surakarta tersebut, penonton yang menyaksikan sangat banyak. Lapangan Gilingan sebagai tempat pertandingan, penuh dengan penonton. Diantara mereka terdapat para pembesar daerah Surakarta, bahkan pembesar dari kedua kerajaan di Surakara juga ikut menyaksikan jalannya pertandingan. Hal ini dikarenakan para raja di kedua Kochi diperintah oleh Kochi Zimu Kyoku Tyokan (Watanabe Hiroshi) agar masyarakat dari kedua kerajaan menghadiri dalam perlombaan tersebut, untuk mengikuti perlombaan atau sebagai penonton saja (Tandingan Olahraga mengeti II tahun Kochi Zimu Kyoku, arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran, no. 4471).
Perbedaan warna kulit bagi anggota Tai Ikai Kai tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah Jepang. Hal ini disebabkan karena di dalam organisasi Tai Iku Kai sendiri lebih menekankan latihan fisik untuk kebutuhan perang dari pada mempersoalkan warna kulit, seperti apa yang dituliskan dalam maksud dan tujuan Tai Iku Kai yang antara lain menyebutkan, supaya “giat berlatih olahraga bersama-sama dengan pemerintah Balatentara Jepang dan supaya menyokong pembangunan Lingkungan Kemakmuran di Asia Timur Raya”. Secara lebih jelasnya arti dari kalimat tersebut adalah bahwa tenaga merekalah yang dibutuhkan untuk membantu perang melawan sekutu.
Cabang olahraga dalam tabel di atas merupakan olahraga untuk membentuk kekuatan fisik serta ketrampilan dalam memainkanya. Jepang menggalakkan olahraga ini di semua Tai Iku Kai di Surakarta Kochi, hal ini dimaksudkan agar masyarakat dengan kekuatan dan ketrampilannya dapat mempertahankan daerahnya dari serangan musuh. Olahraga ini diharapkan bisa menjadi nilai tambah dalam keahlian berperang, karena olahraga ini merupakan bagian dari olahraga militer.
Mengenai minat dalam mengikuti masing-masing cabang olahraga tersebut dapat dilihat sebagi berikut, bangsa Nippon sebanyak 133 orang, bangsa Indonesia sebanyak 237 orang, bangsa Tiong Hoa sebanyak 72 orang, bangsa Arab sebanyak 38 orang dan peranakan sebanyak 20 orang. Peserta yang paling banyak mengikuti pertandingan olahraga ini adalah warga Indonesia (Surakarta), yangmana dalam setiap perlombaan pesertanya paling banyak sendiri, hal ini jelas tidak bisa disangkal, karena pesertantanya merupakan warga pribumi. Sementara jenis olahraga yang paling banyak pesertanya adalah tarik tangbang, ini di karenakan dalam bermain membutuhkan peserta banyak untuk adu kekuatan dan juga permainan ini sangat mudah dilakukan. Olahraga di atas membutuhkan kekuatan, ketrampilan dan ketangkasan, seperti halnya ketrampilan yang dimiliki oleh tentara dalam medan pertempuran.
KESIMPULAN
Pemerintah Jepang meyakini bahwa propaganda dan mobilisasi massa merupakan sarana yang paling efektif. Pada awalnya propaganda berjalan lancar, kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk memobilisasi masa. Melalui upaya ini, diharapkan bahwa masyarakat dapat lebih kooperatif terhadap pemerintah Jepang. Kegiatan mobilisasi massa tersebut lebih banyak tertuju kepada upaya pembentukan organisasi. Tidak sedikit organisasi-organisasi yang berdiri atas bentukan Jepang dimana sebagaian besar beranggotakan para pemuda pemudi. Organisasi-organisasi tersebut seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Seinendan (barisan pemuda Indonesia), Keibodan (organisasi kepolisian), Jawa Hokokai (himpunan kebaktian rakyat).
Di antara sekian banyak organisasi bentukan Jepang diatas, salah satunya adalah Tai Iku Kai. Organisasi Tai Iku Kai di Surakarta didirikan pada bulan September 1943. Organisasi ini didirikan oleh pemerintah Jepang dengan maksud melatih jasmani dan rohani diantara bangsa Nippon dan penduduk di Surakarta, secara sungguh-sungguh. Cara tersebut diatas gunanya yaitu supaya dapat memberikan sumbangan kepada peperangan suci yang dianjurkan oleh Bala Tentara Dai Nippon yang maksudnya tidak lain ialah membangun Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya.
Pada aktifitasnya Tai Iku Kai, melakukan kegiatan olahraga yang berkaitan dengan perang, misalnya olahraga beladiri (sumo, kendo, yudo), kyoren, mengangkat goni pasir, melempar granat dan atletik. Selain olahraga tersebut, Jepang juga menganjurkan olahraga yang bersifat hiburan, seperti sepak bola, kasti, go back to door dan lain-lain, hal ini bertujuan agar rakyat Surakarta terlena dalam alam penjajahan. Di bentuknya organisasi Tai Iku Kai diharapkan dapat menggerakkan masyarakat Surakarta dalam berolahraga. Untuk lebih memudahkan pelaksanaannya, maka kepengurusan dipimpin oleh para tokoh atau pemimpin olahraga yang berpengaruh saat itu. Hal itu dapat dilihat dari kepengurusan Tai Iku Kai di Surakarta Kochi yang dipimpin oleh Solo Koo bersama dengan Mangkunegaran Koo sebagai kaityo kehormatan. Pemerintah Jepang berharap bahwasanya melalui peran serta para raja, rakyat akan mudah menaruh kepercayaan yang lebih banyak terhadap para pemimpinnya itu.
Propaganda melalui olahraga yang di tujukan kepada segenap lapisan masyarakat Surakarta yang ada pada waktu itu telah membantu meningkatkan ketajaman kesadaran diri rakyat Surakarta. Di samping itu upaya mobilisasi yang dilakukan Jepang tersebut, digunakan rakyat untuk mengambil kesempatan dengan sebaik-baiknya guna menanamkan semangat nasionalisme.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Arsip
Pengangkatan jakuin (pengurus) Surakarta Rengoo Tai IKu Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Perslak pendek tentang pembentukan Kotta M.N. Ken Tai Iku Kai di Sonosoeka M.N. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Pembentukan Djawa Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Berdirinya panitya Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Tandingan olahraga mengeti II tahun Kochi zimu kyoku. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Susunan dan Peraturan Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Daftar nama-nama Jakuin Surakarta Kochi Rengoo Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Garis-garis besar tentang susunan Djawa Tai Iku Kai (Persatuan Olahraga seluruh Jawa). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Perslah cekakan kerampunganipun tetandingan bal-balan ngrebat “Juara” ing wewengkon bawah Mangkunegaran Kochi. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Pratelan adanya perkumpulan-perkumpulan gerak badan di daerah Mangkunegaran yang masuk menjadi anggota dari Kotta Mangkunegaran Ken Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
KAISOKU (Reglemen Perkumpulan). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Panitya Kantor Mangkunegaran Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Pranatan penggarapipun calon papan olahraga ing Badran Prahon bawah Kita Mangkunegaran. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Pelaporan cekak bab Tai Iku Kai. Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Program pertandingan olahraga untuk merayakan peringatan genap II tahun Kochi zimu kyoku (15-8-1944). Arsip Rekso Poestaka Mangkunegaran.
Daftar Buku
Aiko Kurasawa.1993. Mobilisasi dan Kontrol : Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Gramedia.
Akira Nagazumi.1988. Pemberontakan Indonesia Indonesia di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Akar Sejarah dan Dimensi Keolahragaan Nasional. Jakarta: Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. 2004.
Arma Abdullah.1981. Olah Raga Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Sastra Hudaya.
Benda,J.Harry.1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Jakarta: PT. Dunia Pustaka.
Julianto Ibrahim. 2004. Bandit dan Perjuangan di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta. Wonogiri: Bina Citra Pustaka.
Kahin, G.M.T. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Koentjaraningrat.1977. Metode-metode Penelitian Masyrakat. Jakarta: Gramedia.
Louis Gottchalk. 1961. Mengerti Sejarah. Jakarta: Bhatara.
Margono.1971. Ichtisar Sejarah Pergerakan Nasional 1908-1945. Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah ABRI.
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah, Suatu Pengalaman. Jakarta: Yayasan Idayu.
Olahraga Indonesia Dalam Perspektif Sejarah Pereode 1945-1965. Jakarta: Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional. 2004.
Panjaitan, A.P..1992. Dasar Teori Olah Raga dan Organisasi. Bandung: P.T. Rajawali Rosdakarya.
Sartono Kartodirjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia.
Srie Agustina Palupi. 2004. Sepak Bola dan Politik di Jawa 1920-1942, Yogyakarta: Ombak.
Saifudin Azwar. 2001. Metode Penelitian, Yogyakarrta: Pustaka Pelajar.
Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Majalah/Surat kabar
Asia Raja, No. 49, Senin 26 Ni-Gatsu 2605.
Djawa Baroe, 13. 2605.7.1.
Djawa Baroe, No. 20. 2604.10.15.
Indonesia Merdeka, no. 5, 25 Juni 1945.
Indonesia Merdeka, 10 Juli 2605
Kung Yung Po, No. 96, Sabtu, 21 Si Gatsu 2604.
Minggoe Pagi, 21 November 1954, No 34.
Djawa Baroe, 2.2604.1.15.
Djawa Baroe 13.2605.2.1.
Skripsi
Dani Srihandayani (C0500016), 2004, Skripsi: Pergerakan Fujin Kai di Surakarta Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Agus Nugroho (C0582004), Skripsi, 1988, Sainendan di Kochi Surakarta 1943-1945, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, hanya 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni pertama adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berciri rasial berkulit gelap dan berambut ikal rapat (Negroid), menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktek-praktek megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Lihat pula The National Revolution, 1945-50 untuk keterangan lebih lanjut (dalam bahasa Inggris).
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.